Total Tayangan Halaman

Senin, 06 Januari 2014

STRATEGI MEDIA DALAM MARKETING POLITIK*

(Contoh Kasus : Strategi Media Kandidat Calon Ketua Umum Partai Demokrat Periode 2010-2015 Pada Kongres II Partai Demokrat di Bandung Jawa Barat)

Oleh :
Noval Sufriyanto Talani
NPM 20080009006



PENDAHULUAN


Setelah runtuhnya rezim birokratik-otoritarian orde baru, telah merubah wajah politik dalam negeri yang membuat Indonesia memasuki era demokrasi. Dibukanya keran kebebasan pers oleh Presiden B. J. Habibie dalam masa pemerintahan transisi tahun 1998-1999 melalui lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menjadikan media lebih “berkuasa” dalam memberikan informasi kepada masyarakat setelah lama dipasung kebebasannya semasa orde baru. Sebuah pertanyaan besar dapat kita utarakan bahwa “siapa yang lebih berkuasa dalam sistem sosial kemasyarakatan kontemporer, pemerintah atau media?”. Menjawab pertanyaan ini, seperti yang dikatakan oleh Matt Drudge dalam jurnal Jyesta Communication bahwa “Pemerintah dan media memiliki posisi yang sebanding. Namun dari sisi yang lebih alami, media lebih berkuasa dibanding pemerintah.” Ungkapan Drudge bukan tanpa alasan. Media massa memiliki kekuatan (power) luar biasa dalam dunia modern mengingat perannya dalam mempengaruhi opini dan kebijakan publik melalui informasi, reportase, ulasan dan investigasi yang disajikan. Tak heran para pemangku kekuasaan berupaya berinteraksi secara sejajar, kalau tidak dikatakan tergantung pada pihak media.

Situasi ini kemudian berkembang menjadi sebuah kajian dasar bagi dunia politik. Dalam komunikasi dikenal istilah bagaimana melakukan pendekatan dalam persuasi politik. Beberapa ahli komunikasi politik memang mengemukakan bagaimana peran media dalam proses politik. Dalam konteks politik modern, media massa tidak hanya menjadi bagian yang integral dari politik, tetapi media massa menjadi sentral dalam politik (Pawito, 2009:91). Sejak tahun 1999 masyarakat mulai disuguhkan dengan berbagai informasi menyangkut politik sebagai pembelajaran politik bagi khalayak. Contohnya, diskusi publik yang ditayangkan secara on air atau off air di media-media elektronik dan ulasan serta analisis politik di media cetak. Kepentingan partai politik dalam menyampaikan visi-misi partai tentu memanfaatkan media agar dapat diketahui oleh masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan oleh sifat media massa yang dapat menyampaikan pesan-pesan secara massif dan menjangkau khalayak atau publik yang memiliki karakteristik beragam, dan terpancar luas melalui saluran-saluran yang dimiliki.

Pada Pemilu tahun 1999 pemanfaatan media untuk kepentingan politik semakin terasa karena mulai banyaknya iklan-iklan politik untuk meraih perolehan suara dan juga berlakunya kembali sistem multipartai yang diikuti oleh 48 Partai Politik (Parpol) sebagai peserta Pemilu. Namun, pada Pemilu 2004 sistem pemilihan mengalami perubahan menjadi sistem pemilihan langsung. Dalam kaitan perubahan sistem pemilihan, maka sistem pemerintahan pun berubah dari sistem pemerintahan parlementer menjadi sistem pemerintahan presidensial dimana Presiden tidak lagi dipilih oleh anggota DPR/MPR melainkan langsung dipilih oleh rakyat melalui Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Kondisi inilah yang lebih menguatkan peran media massa dalam kancah politik di tanah air. Bebagai media digunakan selama kampanye Parpol mulai dari leaflet, brosur, poster, baliho, billboard, iklan radio, iklan televisi, sampai pada kampanye terbuka dengan pengarahan massa yang tentunya tidak terlepas dari liputan media massa. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi pola pemanfaatan media oleh Parpol dalam mencapai tujuannya, yakni mempengaruhi khalayak konstituen untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya.

Namun perubahan sistem politik Indonesia pascareformasi telah mendorong pula perubahan perilaku para aktor politik dalam mempertahankan eksistensinya di dunia politik baik lokal maupun nasional. Pertarungan antarelite politik di lingkungan internal partai melalui media untuk suksesi menjelang kongres partai menjadi hal baru dalam sejarah politik Indonesia. Setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 pemanfaatan media sebagai salah satu alat pemenangan para kandidat calon ketua umum partai semakin marak. Misalnya, pada pelaksanaan Kongres Partai Golkar di Riau bulan Oktober 2009, Kongres PAN di Batam bulan Januari 2010, Kongres Partai Hanura di Surabaya bulan Februari 2010, Kongres PDI-P di Bali bulan April 2010 dan Kongres Partai Demokrat (PD) di Bandung bulan Mei 2010 silam menunjukkan bagaimana media menjadi ‘tumpuan’ utama para kandidat untuk mensosialisasikan visi-misi, strategi politik atau rencana pencapaian partai pada Pemilu 2014 mendatang sebagai produk politik yang dijual kepada konstituen. 

Dari kelima partai yang telah menyelenggarakan kongres, menarik untuk dikaji dalam hal strategi media oleh masing-masing kandidat calon ketua umum partai adalah Kongres Partai Demokrat. Ketertarikan penulis untuk mengkaji strategi media para kandidat calon ketua umum PD tidak lain adalah kelihaian partai itu dalam pemanfaatan media yang dibuktikan dengan kemenangan PD pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Kajian lebih difokuskan kepada bagaimana strategi media dalam marketing politik para kandidat calon ketua umum Partai Demokrat? dan apakah strategi media yang diterapkan memiliki korelasi dengan keterpilihan calon atau tidak?.

Dalam kajian ini, penulis menggunakan teori-teori yang relevan dari berbagai literatur khususnya tentang komunikasi politik, komunikasi massa, marketing politik, dan periklanan serta literatur lain yang mendukung kajian ini diuraikan dalam pembahasan. Berdasarkan teori-teori itulah kemudian penulis menganalisis bagaimana strategi media dalam marketing politik para kandidat calon ketua umum PD periode 2010-2015 pada Kongres II PD di Bandung Jawa Barat sebagai contoh kasus yang diangkat dalam kajian ini.



PEMBAHASAN



Pembahasan dalam kajian ini dimulai dari fungsi politik media massa, kekuatan media massa yang lebih difokuskan pada kekuatan media cetak dan media elektronik, pengaruh media massa, proses perencanaan media, konsep marketing politik, proses marketing politik, dan hubungan media dan marketing politik.

Fungsi Politik Media Massa

Media massa sendiri dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi sosial khusunya terkait dengan kehidupan politik. Fungsi politis media massa seperti yang diungkapkan oleh Dye dan Zeigler (1986:7-22) mengidentifikasi fungsi media massa meliputi lima hal pokok: (a) fungsi pemberitaan, (b) interpretasi, (c) sosialisasi, (d) persuasi, dan (e) fungsi pengagendaan isu (dalam Pawito, 2009:95-99). Kajian yang lebih baru mengenai fungsi politik media massa banyak dilakukan dengan mengaitkannya dengan upaya pengembangan demokrasi. Media massa memiliki peran signifikan dalam upaya pengembangan sistem demokrasi multipartai. 

Media juga berhasil menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai demokrasi dikalangan masyarakat, termasuk elite politik. Sistem multipartai memungkinkan adanya pemisahan kekuasaan dan penyeimbang kekuasaan yang memungkinkan adanya koreksi dan saling pergantian peran (check and balances). Uhlin pernah mengamati upaya pengembangan demokrasi di Indonesia sebelum menyeruaknya gerakan reformasi memperoleh kesimpulan bahwa madia massa telah berperan dalam pembangunan demokrasi melalui dua cara. Pertama, memberikan prioritas terhadap perkembangan yang terjadi ditanah air yang mendukung upaya pengembangan demokrasi. Kedua, media massa Indonesia memberikan penekanan terhadap perkembangan demokrasi yang terjadi di luar negeri.

Demikian juga dengan Pawito melakukan penelitian mengenai peran media massa di Indonesia periode transisi 1997-1999 yang menemukan fakta bahwa media massa memainkan peran penting dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia. media massa mampu menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai politik, memfasilitasi debat publik mengenai berbagai persoalan penting yang dihadapi bangsa, mengambil peran secara ekstensif dalam pengawasan kebijakan (watchdog), dan mempromosikan tuntutan-tuntutan perubahan mendasar sebagaimana disampaikan secara luas oleh masyarakat melalui demonstrasi ataupun yang lain (Pawito, 2009:100-101).

Selain itu, Curran (1991:277-278) mengindentifikasi enam fungsi yang dapat diperankan oleh pers dalam upaya pengembangan demokrasi, yakni: (a) menyediakan diri sebagai forum debat publik, (b) mengartikulasikan pendapat umum, (c) memaksa pemerintah mempertimbangkan apa-apa yang dipikirkan dan dikehendaki oleh rakyat, (d) mendidik warga negara untuk dapat memiliki informasi yang memadai bagi pengambilan keputusan dalam pemilihan umum, (e) memberikan kepada publik saluran-saluran komunikasi politik di antara berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda, dan (f) membela individu-individu melawan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh kalangan eksekutif dan cabang kekuasaan lainnya.

Dari keenam fungsi yang dipaparkan di atas, lima tahun kemudian Curran (1996:103-104) merevisi gagasannya tersebut dengan hanya menekankan pada tiga fungsi pokok media massa (terutama pers) dalam tiga upaya pengembangan demokrasi antara lain: (a) fungsi informasi, (b) fungsi representasi, dan (c) fungsi membantu mencapai tujuan bersama masyarakat (dalam Pawito, 2009:102).

Kekuatan Media Massa

Selain fungsi di atas, media massa juga memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi masyarakat tentunya sebagai target konstituen oleh partai politik maupun kandidat tertentu dalam meraih dukungan. Kekuatan yang dibahas dalam tulisan ini adalah kekuatan media cetak, dan kekuatan media elektronik.

a) Kekuatan Media Cetak

Media massa cetak yang dalam konteks ini dibatasi dalam bentuk surat kabar, majalah, dan buku merupakan sarana komunikasi dan persuasi bagi para praktisi politik, para partisan politik, dan para pemerhati politik. Sebagai sarana komunikasi, media massa cetak tersebut dimanfaatkan untuk mensosialisasikan visi dan misi dari kandidat, memberikan informasi selengkap dan semenarik mungkin berkait dengan program-program jangka panjang dan pendek sebagai perwujudan pelaksanaan visi dan misi para kandidat, memberikan liputan dalam kolom reguler maupun kolom khusus terkait dengan kampanye mereka, menyampaikan biografi dan karya-karya para kandidat berikut rencana kerja mereka. Informasi-informasi tersebut dikemas sedemikian rupa dalam aneka bentuk publikasi – liputan berita, liputan khusus, features, analisis, iklan, dan lain-lain – sehingga menjadi berguna dan menarik bagi para calon pemilih. Kemasan publikasi dalam media massa cetak seperti ini – baik dalam surat kabar harian maupun dalam majalah mingguan atau dwi-mingguan ataupun bulanan – dimaksudkan sebagai sarana persuasi agar para calon pemilih tertarik, terpikat kepada calon yang disosialisasikan dan dipopuleritaskan dalam kampanye tersebut. 

Media massa cetak tersebut bisa menarik karena sifatnya yang lama dalam pengertian bahwa informasi yang dipublikasikan tersebut bisa disimpan tanpa harus melakukan ‘recording’ sebagaimana dalam media massa siaran; dan kemudian informasi tersebut bisa mudah didapatkan kembali sewaktu-waktu diperlukan. Dengan demikian media massa cetak bukan merupakan media komunikasi, informasi, dan persuasi yang lewat begitu saja sebagaimana yang terjadi dalam media massa siaran baik radio maupun televisi. Di sinilah letak kekuatan media massa cetak. 

Selain karena hal tersebut di atas, informasi media massa cetak juga mempunyai kekuatan bagi kalangan tertentu, khususnya bagi golongan berpendidikan. Informasi ataupun data dalam bentuk cetak sangat digemari oleh kalangan sebagaimana tersebut di atas. Mereka membutuhkan informasi dan data dalam bentuk cetakan karena jenis ini pada umumnya merupakan hasil suatu observasi dan analisis yang cukup mendalam dan representatif yang bisa menjadi acuan bagi mereka baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan lainnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kenneth Janda dan kawan-kawan (1987:337) yang menyatakan bahwa “Although more people today depend on television than on newspaper for news, those with more education rely more on newspapers. Newspapers usually do a more thorough job of informing the publik about politics.

Pendapat senada juga disampaikan oleh William L. Rivers dan kawan-kawan (2003:307) bahwa secara umum, berdasarkan kesimpulan dari berbagai studi, orang berpendidikan tinggi lebih menyukai media cetak atau media bacaan dibandingkan dengan media siaran; sedangkan mereka yang berpendidikan menengah lebih menyukai televisi dan radio. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan media cetak dalam mempengaruhi khalayak bergantung pada tingkat pendidikan.

b) Kekuatan Media Elektronik

Media massa siaran dalam konteks ini meliputi radio dan televisi. Dalam masyarakat politik di Amerika Serikat, radio bukan merupakan media massa siaran yang dianggap sangat efektif dan efisien untuk kepentingan kampanye mengingat bahwa populeritas radio bagi masyarakat Amerika Serikat semakin menurun bersamaan dengan munculnya media massa siaran televisi. Oleh karena itu, para praktisi politik, para partisan politik, pemerhati politik kurang memberikan prioritas terhadap penggunaan media massa siaran radio sebagai media komunikasi, informasi, dan persuasi dalam pelaksanaan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat, meskipun sebenarnya radio merupakan media yang praktis karena bisa didengarkan di mana saja dan kapan saja, bisa didengarkan sambil melakukan aktivitas lainnya. Di Indonesia radio juga masih merupakan pilihan oleh para kandidat untuk berkampanye dan tentunya disesuaikan dengan segmen pasar yang ingin dituju. Namun mereka kadang lebih memilih media massa siaran televisi karena televisi bisa memberikan tampilan lebih menarik dibandingkan kegiatan kampanye yang disiarkan melalui radio. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak menggunakan radio; mereka tetap menggunakan radio, hanya porsinya tidak sebanyak yang mereka lakukan melalui media massa siaran televisi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

Dewasa ini televisi memang merupakan media massa yang paling komunikatif dan paling digemari oleh kedua belah pihak (para politisi dan para pemilik hak pilih) karena televisi mempunyai sifat yang berbeda dari media massa lainnya, yaitu bahwa televisi merupakan perpaduan audio-visual sehingga dengan demikian televisi memberikan kesan sebagai penyampai isi atau pesan seolah-olah secara langsung antara komunikator (pembawa acara atau pengisi acara) dengan komunikan (pemirsa). Informasi yang disampaikan melalui televisi mudah dimengerti karena secara bersamaan bisa didengar dan dilihat. Bahkan televisi bisa berperan sebagai alat komunikasi dua arah, khususnya dalam acara-acara ‘live show’. 

Frank Allen Philpot dari Universitas Stanford (Rivers 2003:226) menyatakan bahwa liputan televisi lebih disukai para politisi karena liputan itu nampak lebih nyata dan akrab daripada foto atau kutipan pembicaraan mereka yang dipublikasikan lewat surat kabar, apalagi televisi bisa melakukan siaran langsung sehingga lebih dipercaya karena tidak dapat diedit seperti halnya media massa cetak. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Darlisa Crawford (2004:1) yang menyatakan bahwa dalam kampanye presiden tahun 2004, televisi menjadi sumber informasi utama bagi para pemilih.

Seiring dengan perkembangan politik di Indonesia, pemanfaatan media dalam menunjang kampanye kandidat calon ketua umum partaipun juga dilakukan melalui televisi lewat iklan politik, siaran atau liputan berita biasa (reguler) maupun berita khusus berkaitan dengan kampanye, siaran debat terbuka calon, diskusi dan dialog terbuka dengan calon maupun tim kampanye mereka yang bisa melibatkan para pemirsa televisi. Siaran-siaran itu bisa diselenggarakan baik secara langsung maupun tidak langsung; dan biasanya untuk memikat pemirsa lebih banyak dan agar lebih efektif dan efisien, siaran diusahakan dalam jam tayangan ‘prime time’ antara jam 20.00–22.00, khususnya untuk siaran-siaran yang melibatkan partisipasi pemirsa secara langsung.

Bentuk penayangan iklan politik dipilih sebagai salah satu bentuk siaran televisi dalam rangka mensukseskan pelaksanaan kampanye pemilihan. Kathleen Hall Jamieson (dalam Crawford 2004:2) berpendapat bahwa iklan politik sekarang merupakan ‘the major means by which candidates for the presidency communicate their messages to voters’. Selanjutnya, Kenneth Janda dan kawan-kawan (1987:331) menyatakan bahwa “political advertising in the form of posters, buttons, and slogans has a long history in American election campaigns.” Dari penayangan jenis ini pemirsa bisa mendapatkan informasi berkait dengan visi-misi dan program kerja yang dijanjikan; selain itu, pemirsa juga disodori penayangan figure kandidat yang sengaja ditonjolkan supaya mempunyai ‘nilai jual’, artinya supaya bisa memikat calon pemilih.

Para kandidat dijadikan ikon-ikon baru (bisa juga disebut sebagai aktor-aktor baru) yang sengaja ditonjolkan dalam penayangan tersebut. Semua bentuk aneka penayangan iklan politik pada prinsipnya merupakan suatu alat yang dipakai untuk mempengaruhi publik, khususnya pemilik hak pilih, supaya memilih kandidat yang ditayangkan atau memperkuat dan memperteguh pendirian calon pemilih yang sudah menentukan pilihan mereka. Oleh karena itu, diperlukan cara-cara penayangan yang sedemikian rupa sehingga mampu memberi kesan positif bagi pemirsa dan selanjutnya mampu mengoptimalkan ikatan emosional para calon pemilih baik yang belum menentukan pilihan maupun yang sudah menentukan pilihan. 

Menurut Yusuf Maulana (2004:5) pengelolaan kesan merupakan bagian terpenting dalam komunikasi politik. Visualisasi tubuh dan artikulasi verbal dari para kandidat maupun tim sukses atau para aktor dan narator dalam penayangan tersebut merupakan bagian dari fungsi bahasa yang harus diperhatikan sehingga dengan demikian penayangan itu merupakan hasil dari pengolahan citra melalui bahasa, yang menurut istilah Ben Anderson gejala ini disebut ‘penopengan’ yang mereduksi, bahkan mendistorsi pesan yang seharusnya tampil sebagaimana adanya. Dalam kampanye, tentunya, kesan atau citra yang ingin diperoleh adalah yang positif-persuasif yang kemudian mampu mendapatkan perhatian dari para pemirsa, yang akhirnya mampu mengubah persepsi atau memperteguh persepsi untuk memilih kandidat yang dikehendaki dalam penayangan tersebut.

Bentuk penayangan berikutnya adalah liputan kampanye dalam acara berita reguler maupun dalam berita khusus yang disediakan oleh stasiun televisi dalam rangka kampanye. Cara penayangan ini juga menjadi media bagi para kandidat dan tim suksesnya untuk memberikan informasi selengkap dan semenarik mungkin kepada para pemirsa sehingga mampu memberikan wacana yang representatif dan komprehensif, yang pada akhirnya diharapkan bisa mempunyai daya pengaruh yang kuat bagi para calon pemilih untuk menentukan pilihan mereka. Demikian juga dengan bentuk penayangan melalui acara diskusi dan debat terbuka baik yang dirancang oleh stasiun televisi maupun yang dirancang oleh panitia pemilihan. Semuanya itu dikemas dalam rangka memberikan informasi selengkap dan semenarik mungkin kepada para pemirsa, khususnya kepada target mereka, yaitu mereka yang mempunyai hak pilih. Acara diskusi dan debat terbuka baik yang disiarkan secara langsung maupun melalui siaran tunda mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri karena melalui acara ini pemirsa bisa mendapatkan gambaran langsung tentang kualitas kandidat yang ada; di pihak lain, masing-masing kandidat dan timnya bisa memaksimalkan cara persuasinya dalam berbagai bentuk tampilan untuk memikat calon pemilihnya.

Pengaruh Media Massa

Perkembangan media massa modern saat ini meningkatkan pengaruhnya pula kepada khalayak dan sulit untuk dihindari. Dari konten-konten media massa tentu menampilkan berbagai macam peristiwa sosial yang diliput, tetapi konten yang ditampilkan disesuaikan oleh kepentingan media itu sendiri. Misalnya, dalam media ada berita. Berita sendiri berpengaruh pada khalayak. Adapun pengaruh media itu antara lain:
  1. Agenda setting: adalah pemahaman bahwa berita mempengaruhi agenda publik yang secara rutin diberitakan oleh media massa.
  2. Gate keeping: media bisa menjadi penjaga informasi atau penyaring informasi yang ditujukan kepada khalayak.
  3. Framing: terjadi ketika media massa membingkai beberapa isu yang ditonjolkan oleh media kepada khalayak.
Dari pengaruh di atas, dapat disesuaikan dengan beberapa peristiwa yang merupakan dampak atau efek dari media massa khususnya televisi yang mampu menampilkan audio dan visual sekaligus sehingga khalayak tidak perlu bersusah payah untuk membaca secara statis seperti pada buku, surat kabar, majalah, dan hanya mengandalkan pendengaran sambil berimajinasi tentang apa yang didengar seperti penyiaran lewat radio.

Proses Perencanaan Media

Perencanaan media untuk kampanye merupakan tindakan strategis dan penting sehingga perencana yang akan ‘menjual’ calonnya mengetahui media yang cocok dan strategi kreatif apa yang akan digunakan serta perencanaan anggaran yang matang pula. Menurut Shimp (2003,5) perencanaan media meliputi proses penyusunan rencana penjadwalan yang menunjukkan bagaimana waktu dan ruang periklanan akan mencapai tujuan pemasaran. Perencanaan media meliputi koordinasi tiga tingkat perumusan strategi, yakni: strategi pemasaran, strategi periklanan, dan strategi media. Proses perencanaan media dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 1. Proses Perencanaan Media 
Sumber: Shimp, Terence A. 2003. Periklanan dan Promosi. Jilid II Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga


Dari bagan di atas terlihat jelas bahwa strategi media terdiri dari empat kegiatan yang saling berkaitan, yakni:
  1. Memilih audience sasaran; 
  2. Menspesifikasi tujuan media; 
  3. Memilih kategori media dan sasaran; serta 
  4. Membeli media. 

Konsep Marketing Politik 


Marketing menurut Bruce I. Newman adalah proses memilih customer, menganalisa kebutuhan mereka dan kemudian mengembangkan inovasi produk, advertising, harga dan strategi distribusi dalam basis informasi. Marketing dalam pengertian Bruce bukan dalam pengertian marketing biasa, melainkan produk politik berupa image politisi, platform, pesan politik dan lain-lain yang dikirim ke audiens yang diharapkan menjadi konsumen yang tepat (Newman, Bruce, 1999:3). 

Pendapat lain dikemukakan oleh Mauser G. (1983:5), yang mendifinisikan marketing sebagai ‘influencing mass behavior in competitive situations’. Marketing politik dianalogikan kepada marketing komersial. Misalnya di sektor komersial harus memiliki target audience dari pemilih yang harusnya mendukung, menggunakan media massa, dalam sebuah lingkungan kompetitif yang dipadati lebih dari satu ‘brand’ produk. Meskipun memang akan ada perbedaan mendasar antara marketing politik dengan marketing komersial. Contohnya, marketing politik mengukur kesuksesan tidak dalam term keuntungan melainkan dalam hasil voting dan efektivitas power (Muaser, 1983:5). 

Secara sederhana marketing politik adalah merupakan serangkaian kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk memasarkan produk politik. Alasan untuk memasarkan produk politik ini adalah agar konstituan mengatahui, memahami kemudian membeli produk yang dipasarkan. Ada tiga pendekatan strategi dalam memasarkan produk politik tersebut seperti yang dikemukakan oleh Nursal (dalam Firmanzah, 2007) bahwa tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencari dan memperoleh dukungan politik atau memasarkan produk politik, yakni: 
  1. Push Marketing, dimana kandidat atau partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan secara langsung kepada pemilih. 
  2. Pass Marketing, dimana pemasaran produk politik melalui orang atau kelompok berpengaruh yang mampu mempengaruhi opini pemilih. 
  3. Pull Marketing, dimana pemasaran produk politik melalui media massa yang menitikberatkan pada image atau citra produk politik tersebut. 
Sedangkan Newman (1999) menambahkan dalam peta marketing kandidat (Candidat Marketing Map) paling tidak ada enam tahap yang harus diperhatikan antara lain: 
  1. Riset lingkungan (environment research) : yakni setting dan konteks dimana seorang kandidat mengorganisasikan sebuah kampanye. Hal ini terkait dengan upaya mendifinisikan isu, peluang, dan tantangan yang dihadapi kandidat. Misalnya pada tahap ini meriset situasi ekonomi, mood pemilih (voter satisfaction or dissatisfaction), isu dan konsern penting pemilih, peta demografi pemilih, riset partai dominan atau independen dll. 
  2. Analisis penilaian internal dan eksternal (internal and external assesment analysis). Kandidat mesti menilai kekuatan dan kelemahan dirinya, kekuatan dan kelemahan organisasi kampanye pada seluruh tahapan pengembangan, status kandidat sebagai incumbent atau penantang, peluang isu-isu kampanye, kekuatan dan kelemahan kompetitor. 
  3. Marketing strategis (strategic marketing), misalnya terkait dengan segmentasi pemilih (usia, income, pendidikan, etnis, ideologi kelompok dll.), target dan positioning (citra kandidat versus citra lawan). 
  4. Setting tujuan dan strategi kampanye (goal setting and campign strategy) misalnya menyangkut positioning latar belakang dan qualifikasi, pesan utama kampanye, pemilihan isu dan solusi konsep pribadi kandidat dll. 
  5. Komunikasi, distribusi dan perencanaan organisasi (communication, distribution and organization plan). Tahap ini misalnya menekankan pada sosok penampilan, publisitas, iklan dan pemilihan pesan, format serta desain medianya. 
  6. Pasar-pasar (massa) utama dan hasil (key markets and outcomes) yang terkait dengan segmen konstituen pemilih partai, segmen kontributor, segmen media dan publisitas. 
Proses Marketing Politik Niffenneger dan Butler & Collins (dalam Firmanzah, 2008) menjelaskan karakteristik dan content marketing politik dengan lebih rinci dan membedakannya dengan marketing komersial walaupun proses marketing politik masih mengikuti proses yang terdapat dalam marketing komersial, namun hal-hal yang dibahas ditiap tahapan proses sangat berbeda antara marketing komersial dengan marketing politik. Proses marketing politik menurut Niffenneger dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 2. Proses Marketing Politik 
Sumber: Niffenneger (1989) dalam (Firmanzah, 2008)


Hubungan Media dan Marketing Politik 

Dari uraian di atas menujukkan bahwa hubungan media dan marketing politik begitu erat. Media sebagai sarana utama bagi partai politik atau kandidat tertentu untuk memberikan informasi kepada masyarakat tanpa harus bertatap muka langsung dan terlebih lagi media digunakan sebagai sarana pencitraan. 

Tujuan utama dari pencitraan adalah meningkatkan kesadaran khalayak kepada produk yang dicitrakan berdasarkan keinginan pemasar dalam hal ini adalah partai politik atau kandidat sehingga pada akhirnya memberikan kemampuan kredibilitas dan rasa percaya diri. Dari citra inilah akan tercipta brand positioning dibenak konsumen (konstituen), maka peluang menjadi top of mind semakin besar dan mampu menciptakan brand relationship, yakni hubungan harmonis yang tumbuh antara produk dan konsumennya (parpol/kandidat dan konstituennya). Ketika terjadi hubungan yang harmonis antara parpol atau kandidat dengan konstituen, maka loyalitas dan dukungan terus-menerus akan tercipta. 

Perkembangan politik kontemporer membuktikan bahwa telah terjadi ‘ketergantungan’ para politisi terhadap media dalam menjalankan politik citra. Dalam pemilu 2009 yang lalu bagaimana media sangat berperan dalam membangun citra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dilancarkan oleh PD dan terbukti berhasil dengan terpilihnya kembali SBY sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2009-2014. 


ANALISIS


Kedudukan media yang istimewa terutama dalam periode-periode pemilihan menjadikan parpol atau kandidat bernafsu untuk ‘menguasai’ media guna menyampaikan program (platform) partai, membangun opini melalui isu-isu politik yang sedang berkembang, membangun citra, dan sebagainya menarik untuk dianalisa. 

Analisis dalam kajian ini berhubungan dengan pemanfaatan media oleh para aktor politik sebagai fokus kajian adalah strategi media dalam marketing politik kandidat calon ketua umum PD periode 2010-2015, yakni Andi Mallarangeng (AM), Anas Urbaningrum, dan Marzuki Alie. Setelah strategi media masing-masing kandidat dipaparkan, kemudian analisis dilanjutkan pada keterkaitan antara strategi media yang diterapkan dalam marketing politik masing-masing kandidat dengan keterpilihan kandidat menjadi ketua umum PD periode 2010-2015. 

Strategi Media Dalam Marketing Politik 

Strategi media menjadi mutlak untuk diketahui oleh parpol maupun kandidat karena strategi media berhubungan dengan efektivitas pesan politik yang disampaikan, media yang digunakan tentunya disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Disamping perencanaan media yang tepat, penentuan segmentasi juga penting dilakukan untuk menentukan media yang cocok digunakan dan bagaimana strategi kreatifnya (komunikasi dan visual). Rothschild (1978) menunjukkan pilihan media merupakan salah satu faktor penting dalam penetrasi pesan politik ke publik. Mengetahui adanya perbedaan tingkat penetrasi media (TV, radio, media cetak seperti Koran dan majalah) dalam suatu wilayah penting dilakukan untuk menjamin efektivitas pesan politik yang disampaikan (Firmanzah, 2008:204). 

Menjelang pelaksanaan Kongres II PD, para kandidat calon ketua umum mulai mengkampanyekan diri sebagai orang yang layak memimpin PD lima tahun kedepan. Berbagai iklan politik para kandidat mulai banyak menghiasi media baik itu dimedia cetak maupun elektronik atau diruang-ruang publik. Dengan propaganda media, ‘perang’ antara kandidatpun tidak terhindarkan. Berbagai strategi digunakan untuk meraih dukungan suara dari pemilik suara dalam kongres nanti, yakni Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PD seluruh Indonesia serta suara dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PD. 

Kongres II PD diikuti oleh tiga kader terbaik partai itu yang telah mencalonkan diri sebagai kandidat ketua umum PD periode 2010-2015. Masing-masing kandidat calon ketua umum PD itu adalah Andi Mallarangen (Menteri Pemuda dan Olahraga), Anas Urbaningrum (Ketua Fraksi PD di DPR-RI), dan Marzuki Alie (Ketua DPR-RI asal Fraksi PD). 

Dalam menganalisis strategi media dalam marketing politik ketiga kandidat di atas tidak terlepas dari strategi periklanan yang dilakukan masing-masing kandidat, dimana ada empat tahapan strategi periklanan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dalam bagan proses perencanaan media. Analisis mendalam lebih penulis fokuskan pada tahapan strategi pesan yang dititik beratkan pada strategi komunikasi dan visual yang digunakan dan tahapan strategi media itu sendiri. Pada tahapan strategi media terdapat empat strategi, yakni pemilihan audience sasaran, spesifikasi tujuan, pemilihan media dan sarana serta pembelian media. Strategi pembelian media sebenarnya merupakan hal khusus dalam strategi media dimana yang dimaksud adalah kepemilik pemasar tehadap media. Namun dalam kajian ini pembelian media lebih dimaksudkan pada pembelian waktu (dimedia elektronik) atau tempat (dimedia cetak). 

I. Strategi Media Andi Mallarangeng (AM) 

Andi Malarangeng merupakan kandidat pertama yang mendeklarasikan diri untuk menjadi calon ketua umum PD periode 2010-2015. Deklarasi yang dilaksanakan dengan meriah dan diliput secara langsung oleh berbagai media massa serta dihadiri oleh ribuan orang termasuk kader partai dan para menteri yang berasal dari PD. Kehadiran para menteri dan elite partai dalam deklarasi AM menunjukkan betapa kuatnya dukungan kepadanya untuk memimpin PD lima tahun kedepan ditambah lagi kehadiran Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai pembaca deklarasi menambah kepercayaan diri AM untuk maju karena kehadiran Ibas dianggap sebagai sinyal dukungan SBY kepadanya. Pidato politik yang disampaikan pun memikat banyak hadirin, kemudian isi pidato tersebut dimuat di harian Kompas keesokan harinya dengan judul “Sekali Layar Terkembang”. 

Pasca deklarasi di tugu Proklamasi itulah AM mulai melancarkan kampanye politiknya melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik. Iklan politik AM terpasang media cetak seperti surat kabar dan majalah, media elektronik khususnya iklan televisi ditambah lagi dengan media lain seperti internet, banner, baliho, billboard, stiker, gimmick, kaos, sampai pada vehicle advertising dan balon udara serta atribut-atribut lain yang mendukung. 

Proses Perencanaan Media 

Berdasarkan analisis penulis terhadap strategi media dalam marketing politik Andi Mallarangeng (AM) melalui empat tahap proses perencanaan media (strategi periklanan) berikut ini: 

a. Tujuan Iklan 

Tujuan iklan politik AM lebih kepada pembangunan citra AM dimata publik secara umum dan secara khusus dimata para kader PD. Sedangkan populeritas AM tidak diragukan lagi karena kepopuleran AM diinternal partai dimulai sejak menjadi Juru Bicara Presiden SBY dan posisinya sebagai Ketua Departemen di DPP PD. Citra yang dibangun oleh AM adalah kader yang memahami pemikiran SBY sebagai tokoh sentral di PD. Hal ini tercermin dari isi pidato politik AM setelah deklarasi dan sehari sebelum pemilihan ketua umum PD yang dimuat di harian Kompas sehalaman penuh dan strategi pesan yang digunakan. 

b. Anggaran Iklan 

Untuk mendukung kesuksesan iklan politik tentu dibutuhkan anggaran yang cukup baik dari dana pribadi maupun sponsor. Dari iklan politik AM diberbagai media dan diberbagai tempat menunjukkan bahwa anggaran iklan yang dikeluarkan sangatlah besar dibanding dengan kandidat lain. Disamping penggunaan berbagai macam media kampanye, bersarnya anggaran iklan AM juga dipengaruhi oleh jangka waktu iklan dan frekuensi pemasangannya selama dua bulan sebelum kongres dimulai. Perkiraan kasar penulis, anggaran iklan yang digolontorkan AM mencapai puluhan muliar rupiah. 

c. Strategi Pesan 

Strategi pesan dalam iklan AM, penulis membaginya menjadi dua strategi, yakni strategi komunikasi dan strategi visual. 

-    Strategi Komunikasi 
Strategi komunikasi AM dalam iklan politiknya sangat berbeda dari dua pesaingnya. Beberapa hal yang ditinjolkan dalam iklan adalah inisial nama Andi Mallarangeng, yakni “AM” dan diikuti oleh kalimat “For Demokrat 1” dan kata “Lanjutkan”. Kalimat “For Demokrat 1” lebih diasosiasikan dengan Ketua Umum PD, sedangkan kata “Lanjutkan” lebih kepada kata yang digunakan PD pada kampanye SBY di Pemilu 2009 silam. Penggunaan pesan politik AM dimedia cetak dan elektronik tetap konsisten. Selain kata “Lanjutkan” dan “AM For Demokrat 1” ucapan “Selamat Datang” juga terdapat dalam media kampanye AM khususnya media luar ruang (baliho, billboard, spanduk, maupun banner). Pesan politik yang berbeda terdapat pada media kampanye lain, yakni iklan banner yang berukuran 80 cm X 160 cm yang menggunakan bahasa ‘gaul’. 

-   Strategi Visual
Selain strategi komunikasi, strategi visual dalam iklan politik AM pun sangat berbeda dengan kandidat lain, yakni keberanian dari tim kreatif AM menggunakan gambar ilustrasi wajah dengan latar belakang ilustrasi kibaran bendera Merah Putih dan tipografi (huruf) inisial “AM” berwana merah dan biru lebih menonjol dibanding dengan tipografi lain.

Gambar 3. Strategi Visual Iklan Politik Andi Mallarangeng (AM) 


a. Strategi Media
-   Memilih Audience Sasaran 

Menentukan audience sasaran merupakan syarat pertama yang harus dilakukan agar strategi media berhasil. Ada empat faktor utama untuk menentukan (mensegmentasi) audience sasaran dalam strategi media, yakni geografis, demografis, pemakaian produk, dan psikografis/gaya hidup. Menganalisis iklan-iklan politik AM, segmentasi audience sasaran tidak hanya terbatas pada kalangan internal PD namun lebih kepada masyarakat secara luas. Strategi ini mungkin dilakukan untuk investasi jangka panjang AM untuk 2014 dalam konteks Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 

Diacara Mata Najwa dengan tema “Solek Politik”, Rizal Mallarangeng dari Fox Indonesia konsultan politik yang menangani marketing politik AM mengakui bahwa strategi kampanye yang diterapkan adalah spekulasi jangka panjang jika AM nantinya terpilih menjadi Ketua Umum PD memiliki peluang menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden di Pemilu 2014 mendatang. Dari strategi yang digunakan konsultan politik AM bahwa empat faktor segmentasi dibangun untuk jangka panjang. 

-   Menentukan Tujuan Media 

Dalam menentukan tujuan media terdapat lima tujuan yang merupakan dasar dari perencanaan media, yaitu jangkauan, frekuensi, bobot, kontinuitas, dan biaya. Jangkauan adalah kepada jumlah audience sasaran yang harus melihat, membaca, atau mendengar pesan periklanan dalam masa tertentu. Frekuensi adalah berapa sering audiens sasaran dihadapkan pada periklanan selama ini. Bobot adalah berapa banyak total iklan yang dibutuhkan selama masa tertentu untuk mencapai tujuan jangkauan dan frekuensi. Kontinuitas adalah bagaimana anggaran periklanan harus dialokasikan sepanjang waktu. Sedangkan biaya adalah apa cara yang paling murah untuk mencapai tujuan yang lain. 

Mengamati penggunaan media untuk iklan politik AM terlihat bahwa dia ingin menjangkau seluruh audiens sasaran walaupun audiens yang dituju tidak memiliki hak suara dalam kongres PD. Frekuensi iklanpun begitu gencar selama dua bulan penuh sebelum pelaksanaan kongres khsusunya dua minggu setelah deklarasi pencalonan dan dua minggu menjelang kongres. Total iklan politik AM lebih banyak dibandingkan dengan iklan Marzuki dan Anas karena frekuensinya yang lama. Karena didukung oleh dana yang cukup besar, kontinuitas iklan politik AM terus dilakukan sepanjang waktu sampai pelaksanaan kongres PD. 

-   Pemilihan Media dan Sarana 

Pemilihan media dan sarana guna mendukung kampanye politik AM, berbagai media digunakan secara maksimal oleh timsuksesnya seperti media massa cetak (surat kabar dan majalah), media massa elektronik (TV dan radio) serta media cetakan (print ad) seperti billboard, baliho, banner, spanduk, stiker, kaos, bendera, umbul-umbul, maupun iklan dikendaraan (vehicle advertising). 

-   Pembelian Media (Waktu Tayang dan Tempat Iklan) 

Pembelian media lebih kepada pembelian waktu tayang (spot) iklan dimedia elektronik dan membeli halaman dimedia cetak. Iklan politik AM dimedia elektronik khususnya TV selalu menempati waktu tayang dijam-jam aktif (prime time) sebanyak 15-20 kali spot dalam seminggu. Sedangkan dimedia cetak iklan politik AM membeli halaman utama dengan pemakaian tempat satu halaman full

Proses Marketing Politik 

Proses marketing politik sebagaimana yang dikemukakan oleh Niffenegger seperti bagan di atas bahwa kandidat yang dijual adalah Andi Mallarangeng (AM). Program marketing yang dilakukan lebih pada marketing mix, yakni 4P (product, promotion, price, place). Sedangkan lingkungan adalah segmentasi yang dituju. Ada tiga kategori produk politik yang dikemukakan oleh Niffenegger (Firmanzah, 2008:200), yakni platform partai/kandidat, catatan masa lalu, dan ciri pribadi. Platform (program) sebagai produk (product) politik yang ditawarkan oleh AM adalah tetap menjadikan PD sebagai partai tengah (Nasionalis-Religius) dan mempertahankan kemengangan PD di Pemilu 2014 sehingga muncul tagline iklan AM “Lanjutkan Kejayaan Demokrat”. 

Catatan masa lalu yang dalam iklan politik AM lebih menonjolkan kedekatannya dengan SBY selama enam tahun sebagai Juru Bicara dan Menteri Pemuda dan Olahraga serta kedekatannya dengan Ibas. Ciri pribadi yang ditonjolkan adalah cerdas dan memahami jalan pemikiran SBY. 

Promosi (promotion) yang dilakukan oleh AM adalah untuk membangun citra diri sebagai orang yang layak melanjutkan pemikiran SBY. Promosi juga berkaitan erat dengan pemilihan media karena tidak semua media tepat digunakan untuk promosi. Keterlibatan Fox Indonesia sebagai konsultan politik AM membuktikan apa yang dikatakan Wring dan Elebash (Firmanzah, 2008:203) bahwa tidak jarang institusi politik bekerja sama dengan sebuah agen iklan dalam membangun slogan, jargon, dan citra yang akan ditampilkan. 

Harga (price) dalam marketing politik mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis sampai ke citra/image nasional (Firmanzah, 2008:205). Harga ekonomi meliputi semua biaya yang dikeluarkan oleh kandidat (AM) selama periode kampanye mulai dari biaya iklan sampai biaya operasional tim sukses. Harga psikologis mengacu pada harga psikologis, dimana perasaan pemilih (DPC, DPD, dan DPP) kepada AM. Sedangkan harga citra/image lebih kepada perasaan pemilih (DPC, DPD, dan DPP) kepada AM apakah mampu memimpin PD kedepan dengan memberikan teladan yang baik kepada seluruh kader seperti yang dicontohkan oleh SBY. 

Tempat (place) berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon pemilih (Firmanzah, 2008:207). Program ini oleh AM kurang dimanfaatkan dengan baik karena lebih mengandalkan kemampuan berkomunikasi hanya melalui media kampanye yang digunakannya sehingga kehadirannya untuk mengujungi para kader di daerah kurang terlaksana ditambah lagi dengan kesibukanya sebagai menteri. Dari sisi lingkungan, segmentasi yang dituju oleh AM adalah dua segmen, yaitu khalayak umum dan dan kader PD khususnya pemilik hak suara dalam kongres (DPC, DPD, dan DPP). Namun investasi politik jangka panjang (Pemilu 2014) yang dibangun lebih gencar dilakukan dibanding dengan tujuan jangka pendek, yakni memenangkan pertarungan di Kongres II PD. Berbagai media kampanye AM khususnya media massa cetak dan media cetakan dapat dilihat pada table berikut:



I. Strategi Media Anas Urbaningrum


Berbeda dengan Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum adalah kandidat kedua yang mendeklarasikan diri untuk menjadi calon ketua umum Partai Demokrat periode 2010-2015. Deklarasi dilaksanakan terpaut sebulan dengan deklarasi AM, diliput secara langsung oleh TV One. Deklarasi Anas tidak dihadiri oleh banyak elite PD sebagaimana pada deklarasi AM yang dihadiri oleh menteri berasal PD. Suasana deklarasipun terbilang cukup ‘sederhana’ tetapi bersahaja dengan pembawaan Anas yang low profile. Ketidak hadiran elite PD khususnya SBY atau perwakilan keluarga dari Cikeas tidak membuat semangat Anas surut untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum PD.

Sejak mendeklarasikan diri, tidak banyak iklan politik Anas dimedia seperti halnya AM yang meluncurkan iklan politiknya diberbagai media. Tim sukses AM sempat mewacanakan posisi Sekretaris Jenderal PD untuk Anas sebagai tawaran dan memunculkan isu aklamasi. Namun semua itu ditanggapi secara halus baik oleh Anas maupun tim suksesnya.

Proses Perencanaan Media

Analisis penulis terhadap strategi media dalam marketing politik Anas Urbaningrum melalui empat tahap proses perencanaan media (strategi periklanan) sebagai berikut ini:

a. Tujuan Iklan

Tujuan iklan politik Anas sama seperti AM, yakni untuk membangun citra dimata publik secara umum dan secara khusus dimata para kader PD. Populeritas Anas memang kurang unggul di banding AM yang dibuktikan oleh hasil beberapa lembaga survey independen, tetapi Anas lebih populer dikalangan internal PD. Kepopuleran Anas diinternal PD karena didukung oleh jabatannya sebagai salah seorang Ketua DPP Bidang Politik tentunya memiliki ikatan emosional dengan para kader di daerah dan ditambah lagi pengalaman keorganisasiannya sebagai mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI). Karakter Anas yang santun juga menjadi salah satu keunggulannya dibanding dua pesaingnya, sehingga banyak pengamat politik mengemukakan bahwa Anas layak menjadi Ketua Umum PD periode 2010-2015 menggantikan Hadi Utomo karena karakter dan pembawaan Anas sama seperti karakter dan pembawaan SBY yang notabenenya adalah tokoh sentral di PD.

b. Anggaran Iklan

Penggunaan anggaran untuk biaya iklan politik Anas terbilang kecil kalau dibandingkan dengan anggaran iklan yang dikeluarkan oleh AM. Anggaran iklan politik tentu saja berasal dari dana pribadi atau sponsor. Pengunaan media kampanye terbatas dan frekuensi yang terbatas pula mendorong penggunaan anggaran untuk iklan politik Anas pun terbilang kecil. Dari perkiraan kasar penulis, anggaran iklan politik Anas tidak lebih dari sepuluh miliar rupiah.

c. Strategi Pesan

Strategi pesan dalam iklan Anas, penulis membaginya menjadi dua strategi, yakni strategi komunikasi dan strategi visual.

-   Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi Anas dalam iklan politiknya sangat bijak dan bersifat rendah hati. Kalimat yang digunakan dalam iklan politik Anas adalah “Tepat Untuk Demokrat, Baik Untuk Rakyat”. Kalimat sederhana tetapi mengandung visi yang jauh kedepan, dimana kebaikan bagi rakyat adalah ketepatan platform Demokrat. Dalam iklan politik dimedia cetakan, Anas tidak terlalu menonjolkan namanya tetapi seimbang dengan tagline yang digunakan. Tagline ini konsisten digunakan diberbagai media kampanye Anas. Kalimat berbeda terdapat pada Spanduk dukungan untuk Anas yang dipasang di persimpangan Jl. Padalarang-Cianjur yang berbunyi “Mau ke Cianjur lewat Cipanas, Mau yang Jujur Pasti BUNG ANAS”.

-   Strategi Visual

Strategi visual dalam iklan politik Anas berbeda dengan kandidat lain, tulisan nama ANAS menggunakan bintang segitiga berwarna Merah Putih pada huruf A yang kedua antara N dan S. seperti diketahui bahwa bintang segitiga merupakan unsur visual yang terdapat dalam bendera PD. Pada strategi visual ini Anas masih menggunakan image foto dirinya dengan latar belakang kibaran bendera Merah Putih. Perbedaan mendasar pada visual yang digunakan Anas dan AM adalah jenis tipografi yang digunakan dan gambar diri masing-masing (Anas menggunakan image foto sedangkan Andi menggunakan ilustrasi vektor).

Gambar 4. Strategi Visual Iklan Politik Anas Urbaningrum 


a. Strategi Media 



-   Memilih Audience Sasaran 


Audience sasaran yang dituju dalam iklan politik Anas adalah seluruh masyarakat. Hal ini terlihat dari tageline yang digunakan “Tepat Untuk Demokrat, Baik Untuk Rakyat”. Pada iklan politik Anas di TV menggunakan endoser dari kalangan muda-mudi sehingga mencerminkan bahwa segmentasi diluar internal partai adalah kalangan pemuda dan citra yang ditampilkan adalah berjiwa muda. 

-   Menentukan Tujuan Media 

Dalam menentukan tujuan media, Anas tidak sekomplit AM yang lebih memfokuskan diri pada media. Iklan politik Anas tidak banyak dengan frekuensi yang terbatas, namun bobot dan kontinuitasnya tetap terjaga. Dari penggunaan media kampanye yang terbatas inilah membuat biaya iklan Anas lebih kecil disbanding AM karena dia menyadari bahwa audience sasaran sesungguhnya hanya 505 orang yang terdiri dari DPC, DPD, dan DPP. Adapun target audience secara umum itu adalah target jangka panjang. 

-   Pemilihan Media dan Sarana 

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa media kampanye Anas sangat terbatas tetapi tetap terwakili penggunaan medianya baik cetak maupun elektronik. Media cetak yang digunakan adalah surat kabar, media elektronik adalah TV serta media cetakan seperti billboard, baliho, spanduk, poster, dan balon udara. 

-   Pembelian Media (Waktu Tayang dan Tempat Iklan) 

Pembelian media dalam hal ini adalah pembelian waktu tayang (spot) iklan dimedia elektronik dan membeli halaman dimedia cetak. Iklan politik Anas dimedia elektronik khususnya TV menempati waktu tayang dijam-jam aktif (prime time) sebanyak 10 kali spot dalam seminggu selama kurang dari sebulan. Sedangkan dimedia cetak iklan politik Anas membeli halaman utama dengan pemakaian tempat setengah atau bahkan seperempat halaman. 

Proses Marketing Politik 

Proses marketing politik Anas relatif seimbang antara pemanfaatan media dan bertatap muka langsung dengan para kader di daerah yang memiliki hak suara di kongres. Platform (program) sebagai produk (product) politik yang ditawarkan oleh Anas tidak berbeda jauh dengan apa yang ditawarkan oleh AM, yakni tetap menjadikan PD sebagai partai tengah (Nasionalis-Religius) dan meningkatkan perolehan suara PD di Pemilu 2014 tetapi lebih mengedepankan kepentingan rakyat sehingga muncul tagline iklan “Tepat Untuk Demokrat, Baik Untuk Rakyat”. 

Anas tidak terlalu menujukkan catatan masa lalu, namun lebih kepada pembawaannya yang khas (lemah lembut dan santun) seperti pembawaan SBY. Promosi (promotion) yang dilakukan oleh Anas juga untuk membangun citra diri sebagai kader muda Demokrat dan memiliki sifat seperti Ketua Dewan Pembina PD. 

Tidak berbeda jauh dengan AM, harga ekonomi yang dikeluarkan Anas juga semua biasa selama periode kampanye mulai dari biaya iklan sampai biaya operasional tim sukses untuk kepentingan suksesi. Secara psikologis Anas lebih menekankan program ini, dimana kekuatan yang dibangun untuk sksesi dirinya adalah berbasis jaringan bukan berbasi media seperti yang diterapkan AM. Sedangkan harga citra/image lebih kepada perasaan pemilih (DPC, DPD, dan DPP), Anas menonjolkan kemiripan karakternya dengan pendiri partai sekaligus Ketua Dewan Pembina partai, yakni SBY sehingga membuat Anas terterima dibergai kalangan. 

Tempat (place) berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon pemilih (Firmanzah, 2008:207). Anas dan tim suksesnya lebih mengedepankan strategi ini untuk membangun jaringan kekuatan di daerah melalui DPC dan DPD dibanding AM dan tim suksesnya hanya mengandalkan media. Pertemuan Anas dengan kader-kader di daerah tentu dapat membangun ikatan emosional guna kondolidasi dukungan pemilih kepadanya di Kongres II PD. Walaupun segmentasi yang dituju adalah masyarakat umum, Anas tetap memperhatikan segmen utamanya, yaitu pemilik hak suara di kongres (DPC, DPD, dan DPP). Namun investasi politik jangka panjang (Pemilu 2014) juga tetap dibangun melalui iklan-iklan politik yang ada khususnya melalui media TV. Berbagai media kampanye Anas khususnya media massa cetak dan media cetakan dapat dilihat pada tabel berikut:

 



I. Strategi Media Marzuki Alie


Dari kedua calon kandidat ketua umum PD di atas, Marzuki Alie merupakan kandidat terakhir yang mendeklarasikan diri sehari sebelum pelaksanaan pembukaan Kongres II PD di Bandung 21-23 Mei 2010. Kemunculan Marzuki secara tiba-tiba, walaupun sebelumnya ada wacana untuk mencalonkan diri membuat kedua kubu yang ada sebelumnya lebih meningkatkan strategi dalam meraih dukungan. Walaupun mencalonkan diri diakhir menjelang kongres, Marzuki juga tetap memanfaatkan media massa khususnya TV untuk menayangkan iklan politiknya.

Proses Perencanaan Media

Berdasarkan analisis penulis terhadap strategi media dalam marketing politik Marzuki Alie melalui empat tahap proses perencanaan media (strategi periklanan) berikut ini:

a. Tujuan Iklan

Tujuan iklan politik Marzuki lebih kepada memberikan kesadaran kepada khalayak khususnya konstituen PD bahwa dirinya maju sebagai kandidat calon ketua umum PD periode 2010-2015. Pendukung dalam iklan politiknya adalah para pengurus DPD Jawa Timur yang merupakan basis massa pendukungnya.

b. Anggaran Iklan

Anggaran untuk iklan politik Marzuki terhitung lebih kecil dibanding dengan dua kandidat lain yang telah lebih dahulu mendeklarasikan diri dan berkampanye diberbagai media.

c. Strategi Pesan

Strategi pesan dalam iklan Marzuki, penulis membaginya menjadi dua strategi, yakni strategi komunikasi dan strategi visual.

-   Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi yang digunakan dalam iklan politik Marzuki tidak terlalu istimewa dibanding strategi pesan politik AM dan Anas. Pada iklan politik Marzuki di TV para pendukungnya hanya mengucapkan “Kami Mendukung Marzuki Alie Sebagai Ketua Umum PD Periode 2010-2015” sedangkan kalimat pada stiker mobil tertulis “Komunitas Marzuki Alie Menuju Kongres II Partai Demokrat”. Dari kedua strategi komunikasi yang dibuat sebagai pesan politik tidak mengandung visi apapun kecuali informasi tentang kesiapan Marzuki sebagai calon ketua umum PD. 

-   Strategi Visual

Strategi visual dalam iklan politik Marzuki terkesan biasa saja tetapi menjadi berbeda dengan AM dan Anas. Bila AM dan Anas menggunakan latar belakang kibaran bendera Merah Putih, Marzuki menggunakan latar belakang Putih Biru mungkin lebih diasosiasikan dengan warna yang ada pada bendera PD. Hanya iklan Marzuki pula yang menggunakan nama lengkap seperti pada gambar berikut:

Gambar 5. Strategi Visual Iklan Politik Marzuki Alie 

a. Strategi Media 



-   Memilih Audience Sasaran 


Audiens sasaran yang dituju oleh Marzuki dalam iklan politiknya lebih fokus pada sasaran utama, yakni para peserta kongres yang mempunyai hak pilih walaupun secara implicit iklan politik itu berdampak secara luas bagi masyarakat yang tidak memiliki hak pilih dalam kongres atau masyarakat diluar PD. 

-   Menentukan Tujuan Media 

Mengamati penggunaan media untuk iklan politik Marzuki terlihat bahwa media bukan menjadi hal yang utama untuk meraih dukungan politik dari para peserta kongres. Hal inilah yang menjadi pembedanya dengan AM yang lebih mengutamakan media ketimbang yang lain sedangkan Anas cenderung lebih seimbang antara pemanfaatan media dan membangun jaringan di daerah. Frekuensi penayangan iklan politik Marzuki di TV lebih gencar pasca deklarasi pencalonannya sehari sebelum pembukaan kongres. 

-   Pemilihan Media dan Sarana 

Pemilihan media dan sarana untuk kepentingan kampanye dalam bentuk iklan politik Marzuki lebih memilih iklan televisi dan media cetak surat kabar serta stiker dan spanduk. 

-   Pembelian Media (Waktu Tayang dan Tempat Iklan) 

Pembelian waktu tayang untuk iklan politik Marzuki pada waktu aktif (prime time) hanya empat kali spot dan dimedia cetak hanya setengah halaman dalam bentuk ucapan atas gelar doktor yang diraihnya dari salah satu universitas di Malaysia. 

Proses Marketing Politik 

Proses marketing politik yang dilakukan oleh Marzuki bersama tim suksesnya lebih menekankan pada konsolidasi dukungan ke daerah-daerah untuk memastikan berapa besar yang dia peroleh walaupun belum mendeklarasikan pencalonannya sebagai calon ketua umum PD. Proses ini dinamakan push marketing dalam strategi marketing politik. Sedangkan dukungan media dan tokoh yang berbengaruh dijadikan sebagai pelengkap dari strategi push marketing yang diterapkan. 

Realita Hasil Kongres II Partai Demokrat 

Proses perencanaan media yang matang dan proses marketing politik yang apik ditambah dukungan kuat dari elite PD membuat opini masyarakat bahwa AM pasti akan terpilih menjadi Ketua Umum PD periode 2010-2015. Namun opini ini ibarat api jauh dari panggang karena AM mengalami kekalahan telak karena hanya memperoleh 82 suara sah atau 16 persen sehingga kurang dari 50% + 1 seperti yang diklaim oleh para tim suksesnya dengan memiliki dukungan lebih dari 400 DPC & DPD se Indonesia atau sekitar 85 persen tapi kenyataannya AM tidak lolos pemilihan putaran kedua. Pemilihan putaran kedua dilakukan karena masing-masing calon tidak ada yang mendapat suara lebih dari 50 persen (Anas 236 suara atau 45 persen, dan Marzuki 209 suara atau 40 persen). 

Dinamika politik yang terjadi sepanjang Kongres II PD memang mengejutkan banyak kalangan terutama atas kekalahan AM diputaran pertama. Keterkejutan banyak kalangan cukup beralasan karena AM merupakan kandidat pertama yang mencalonkan diri, deklarasinya dihadiri oleh elite PD, dukungan Ibas sebagai salah seorang tim sukses memberikan indikasi adanya dukungan dan restu SBY pada AM ditambah lagi dengan pemanfaatan media secara massif. 

Diakhir pemilihan putaran kedua menghasilkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum PD yang baru Periode 2010-2015 dengan perolehan suara sebesar 280 suara atau 53 persen dan Marzuki Alie sebesar 248 suara atau 47 persen. 

Hubungan Strategi Media dan Keterpilihan Kandidat 

Dari realitas hasil Kongres II PD di atas menujukkan bahwa tidak ada hubungan linear antara strategi media yang diterapkan AM secara gencar dengan mengesampingkan strategi lain, yakni strategi push marketing yang lebih menekankan kepada personal selling, dimana kehadiran sang kandidat dalam memberikan stimulus kepada calon pemilih sangat dibutuhkan guna membangun hubungan secara emosional atau brand relationship. 

Strategi push, pass, dan pull marketing dilakukan dengan baik dan seimbang olah Anas beserta tim suksesnya terutama jeda menjelang putaran kedua strategi push lebih gencar dijalankan untuk menarik suara AM karena secara simbolik dekungan AM kepada Marzuki mengindikasikan pengarahan suara AM kepada Marzuki. Pasca terpilihanya Anas menjadi Ketua Umum PD Periode 2010-2015, salah seorang tim sukses Anas mengatakan bahwa kubunya memadukan strategi kampanye AM dan Marzuki, yakni menggunakan media dan membangun jaringan. Hal ini dapat dikatakan bahwa antara proses perencanaan media dan proses marketing politik dilakukan secara seimbang dan terintegrasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 


PENUTUP


Kesimpulan 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi media bukan strategi yang utama untuk mencapai tujuan bila tidak dilakukan secara seimbang mulai dari proses perencanaan media dan proses marketing politik sehingga menjadi strategi yang terintegrasi sebagaimana strategi marketing politik, yakni push, pass, dan pull marketing. Apapun yang telah dihasilkan melalui Kongres II PD di Bandung pada Mei 2010 silam membuktikan adanya dua paradox politik seperti yang dikemukakan oleh Bima Arya Sugiarto, yakni kesadaran media (media awareness) dan dukungan akar rumput (grass root support). Ketiga kandidat calon ketua umum PD periode 2010-2015 telah menunjukkan kesadaran mereka terhadap pentingnya media sebagai sarana pendukung suksesi dan juga dukungan dari para pemilih. 


* Artikel ini adalah tugas makalah mata kuliah Strategi dan Perencanaan Media (Semester III) di Program Studi Ilmu Komunkasi Program Pascasarjana UNISBA di presentasikan bulan Desember 2010.


Daftar Referensi 

Blumler, Jay G. and Gurevitch, Michael (1995). The Crisis of Publik Communication. London and New York : Routledge.p.46 

Croteau, David & William Hoynes. 1997. Media/Society: Industries, Images, and Audiences. California: Pine Forge Press. 

Firmanzah. 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 

Heryanto, Gun Gun. 2009. Marketing Politik di Media Massa dalam Pemilu 2009. Jurnal KOMUNIKA. Volume 3. No.2. Juli-Des 2009. ISSN 1978-1261. 

Pawito. 2009. Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta: Jalasutra. 

Rivers, William L. et al. 2008. Media dan Masyarakat Modern (terj) Haris Munandar & Dudy Priatna. Jakarta: Kencana. 

Shimp, Terence A.. 2003. Periklanan & Promosi: Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga. 

Talani, Noval S., Dicky Ahmad T., Ayub Dwi A. 2010. Media dan Dunia Politik: Peran Media Massa dalam Membangun Demokrasi Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Mata Kuliah Media Massa & Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana UNISBA. 

Vivan, John. 2008. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan (terj) Tri Wibowo B.S.. Jakarta: Kencana 


http://enda.goblogmedia.com diakses pada 7 Desember 2010.


Majalah MIX (Marketing Xtra) Volume 01|VI|12 Januari – 8 Februari 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar